PENALARAN
Pengertian Penalaran
Penalaran adalah proses berpikir yang bertolak dari pengamatan indera yang menghasilkan sejumlah konsep dan pengertian.
Proposisi
Penalaran bukan saja dapat dilakukan
dengan mempergunakan fakta-fakta yang masih berbentuk polos, tetapi dapat juga
dilakukan dengan mempergunakan fakta-fakta yang telah dirumuskan dalam
kalimat-kalimat yang berbentuk pendapat atau kesimpulan. Kalimat-kalimat
semacam ini, dalam hubungan dengan proses berpikir tadi disebut proposisi.
Proposisi dapat kita batasi sebagai pernyataan yang dapat dibuktikan
kebenarannya atau dapat ditolak karena kesalahan yang terkandung di dalamnya.
Sebuah pernyataan dapat dibenarkan bila terdapat bahan-bahan atau fakta-fakta
untuk membuktikannya. Sebaliknya sebuah pernyataan atau proposisi dapat
disangkal atau ditolak bila terdapat fakta-fakta yang menentangnya.
Keempat kalimat diatas merupakan
proposisi; kedua kalimat yang pertama dapat dibuktikan kebenarannya, dan kedua
kalimat terakhir dapat ditolak karena fakta-fakta yang ada menentang
kebenarannya. Tetapi keempatnya tetap merupakan proposisi.
Inferensi dan Implikasi
Tiap proposisi dapat mencerminkan dua
macam kemungkinan. Pertama, ia merupakan ucapan-ucapan pada faktual sebagai
akibat dari pengalaman atau pengetahuan seseorang mengenai sesuatu hal. Kedua,
proposisi dapat juga merupakan pendapat, atau kesimpulan seseorang mengenai
sesuatu hal. Kalimat-kalimat seperti “Tadi terjadi sebuah tabrakan di depan
Universitas” merupakan sebuah proposisi yang bersifat pernyataan actual, yaitu
sebuah pernyataan yang menyangkut fakta atau peristiwa yang dialami oleh
seseorang.
Dengan ilustrasi sebagai yang
dikemukakan di atas, baik ucapan faktual maupun sebuah pendapat atau
kesimpulan, keduanya merupakan proposisi, karena keduanya dapat dibuktikan
kebenarannya atau kemustahilannya.
Kata inferensi berasal dari kata
Latin, inferred yang berarti menarik kesimpulan. Kata implikasi juga berasal
dari bahassa Latin, yaitu dari kata impilcare yang berarti melibat atau
merangkum. Dalam logika, juga dalam bidang ilmiah lainnya, kata inferensi
adalah kesimpulan yang diturunkan dari apa yang ada atau dari fakta-fakta yang
ada. Sedangkan implikasi adalah rangkuman, yaitu sesuatu dianggap ada karena
sudah dirangkum dalam fakta atau evidensi itu sendiri. Banyak dari kesimpulan
sebagai hasil dari proses berpikir yang logis harus disusun dengan memperhatikan
kemungkinan-kemungkinan yang tercakup dalam evidensi (=implikasi), dan
kesimpulan yang masuk akal berdasarkan implikasi (=inferensi).
Wujud Evidensi
Dalam wujudnya yang paling rendah
evidensi itu berbentuk data atau informasi. Yang dimaksud dengan data atau
informasi adalah bahan keterangan yang diperoleh dari suatu sumber tertentu.
Biasanya semua bahan informasi berupa statistik, dan keterangan-keterangan yang
dikumpulkan atau diberikan oleh orang-orang kepada seseorang, semuanya di
masukkan dalam pengertian data (apa yang diberikan) dan infromasi (bahan
keterangan). Pada dasarnya semua data dan informasi harus diyakini dan
diandalkan kebenarannya. Untuk itu penulis atau pembicara harus mengadakan
pengujian atas data dan informasi tersebut, apakah semua bahan keteraangan itu
merupakan fakta.
Fakta adalah sesuatu yang
sesungguhnya terjadi, atau sesuatu yang ada secara nyata. Bila seorang
mengatakan bahwa ia telah melihat kapal musuh mendarat di sebuah pantai yang
sepi, itu baru merupakan informasi.
Ada kemungkinan bahwa bisa terjadi
kesalahan dalam evidensi itu. Dalam hal ini pembela akan mengajukan evidensi
yang lain dengan mengatakan bahwa seorang yang lain telah mencuri pisau itu dan
telah mempergunakannya untuk melakukan pembunuhan. Secara diam-diam pisau itu
dikembalikan dan tanpa sadar telah dipegang oleh pemiliknya itu. Fakta-fakta
yang dipergunakan sama, hanya proses penalaran yang disusun berdasarkan
fakta-fakta itu berlainan.
Cara Menguji Data
a. Observasi
Fakta-fakta yang diajukan sebagai
evidensi mungkin belum memuaskan seorang pengarang atau penulis. Untuk lebih
meyakinkan dirinya sendiri dan sekaligus dapat menggunakannya sebaik-baiknya
dalam usaha meyakinkan para pembaca, maka kadang-kadang pengarang merasa perlu
untuk mengadakan peninjauan atau observasi singkat untuk mengecek data atu
informasi itu.
Tiap pengarang atau penulis harus
mengadakan pengujian lagi dengan mengobservasi sendiri data atau informasi itu.
Sesudah mengadakan observasi, pengarang dapat menentukan sikap apakah informasi
atau data itu sesungguhnya merupakan fakta atau tidak, atau barangkali hanya
sebagian saja yang benar sedangkan sebagian lain hanya didasarkan pada perasaan
dan prasangka para informan.
b. Kesaksian
Keharusan menguji data dan informasi,
tidak selalu harus dilakukan dengan observasi. Kadang-kadang sangat sulit untuk
mengharuskan seseorang mengadakn obeservasi atas obyek yang akan dibicarakan.
Kesulitan itu terjadi karena waktu, tempat, dan biaya yang harus dikeluarkan.
Untuk mengatasi hal itu penulis atau pengarang dapat melakukan pengujian dengan
meminta kesaksian atau keterangan dari orang lain, yang tidak mengalami sendiri
atau menyelidiki sendiri persoalan itu.
Demikian pula halnya dengan semua
pengarang atau penulis. Untuk memperkuat evidensinya, mereka dapat
mempergunakan kesaksian-kesaksian orang lain yang telah mengalami sendiri
perisitiwa tersebut.
c. Autoritas
Cara ketiga yang dapat dipergunakan
untuk menguji fakta dalam usaha menyusun evidensi adalah meminta pendapat dari
suatu autoritas, yakni pendapat dari seorang ahli, atau mereka yang telah
menyelidiki fakta-fakta itu dengan cermat, memperhatikan semua kesaksian,
menilai semua fakta kemudian memberikan pendapat mereka sesuai dengan keahlian
mereka dalam bidang itu.
Cara Menguji Fakta
a. Konsistensi
Dasar pertama yang dipakai untuk
menetapkan fakta mana yang akan dipakai sebagai evidensi adalah kekonsistenan.
Sebuah argumentasi akan kuat dan mempunyai tenaga persuasif yang tinggi, kalau
evidensi-evidensinya bersifat konsisten, tidak ada satu evidensi bertentangan
atau melemahkan evidensi yang lain.
b. Koherensi
Dasar kedua yang dapat dipakai untuk
mengadakan penilaian fakta mana yang dapat dipergunakan sebagai evidensi adalah
masalah koherensi. Semua fakta yang akan digunakan sebagai evidensi adalah
masalah koherensi. Semua fakta yang akan dipergunakan sebagai evidensi harus
pula koheren dengan pengalaman-pengalaman manusia, atau sesuai dengan pandangan
atau sikap yang berlaku. Bila penulis menginginkan agar sesuatu hal dapat
diterima, ia harus meyakinkan pembaca bahwa karena pembaca setuju atau menerima
fakta-fakta dan jalan pikiran yang menemukakannya, maka secara konsekuen pula
pembaca harus menerima hal lain, yaitu konklusinya.
Cara Menilai Autoritas
a. Tidak Mengandung Prasangka
dasar pertama yang perlu diketahui
oleh penulis adalah bahwa pendapat autoritas sama sekali tidak boleh mengandung
prasangka. Yang tidak mengandung prasangka artinya pendapat itu disusun
berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh ahli itu sendiri, atau
didasarkan pada hasil-hasil eksperimental yang dilakukannya. Pengertian tidak
mengandung prasangka juga mencakup hal lain, yaitu bahwa autoritas itu tidak
boleh memperoleh keuntungan pribadi dari data-data eksperimentalnya.
b. Pengalaman dan Pendidikan Autoritas
dasar kedua yang harus diperhitungkan
penulis untuk menilai pendapat suatu autoritas adalah menyangkut pengalaman dan
pendidikan autoritas. Pendidikan yang diperolehnya harus dikembangkan lebih
lanjut dalam kegiatan-kegiatan sebagai seorang ahli yang diperoleh melalui
pendidikannya tadi.
Walaupun jaman kita ini sudah begitu
condong atau cenderung dengan berbagai macam spesifikasi, namun kita tidak
boleh mengabaikan keahlian seseorang dalam beberapa macam bidang tertentu.
c. Kemashuran dan Prestise
faktor ketiga yang harus diperhatikan
oleh penulis untuk menilai autoritas adalah meneliti apakah pernyataan atau
pendapat yang akan dikutip sebagai autoritas itu hanya sekedar bersembunyi di
balik kemashuran dan prestise pribadi di bidang lain.
Sering terjadi bahwa seseorang yang
menjadi terkenal karena prestise tertentu, dianggap berwenang pula dalam segala
bidang. Seorang yang menjadi terkenal karena memperoleh lima medali emas
berturut-turut dalam pertandingan lomba lari jarak lima ribu meter, diminta
pendapatnya tentang cara-cara pemberantasan korupsi.
d. Koherensi dengan Kemajuan
hal keempat yang perlu diperhatikan
penulis argumentasi adalah apakah pendapat yang diberikan autoritas itu sejalan
dengan perkembangan dan kemajuan jaman, atau koheren dengan pendapat atau sikap
terakhir dalam bidang itu.
Pengetahuan dan pendapat terakhir
tidak selalu berarti bahwa pendapat itulah yang terbaik. Tetapi harus diakui
bahwa pendapat-pendapat terakhir dari ahli-ahli dalam bidang yang sama lebih
dapat diandalkan, karena autoritas-autoritas semacam itu memperoleh kesempatan
yang paling baik untuk membandingkan semua pendapat sebelumnya, dengan segala
kebaikan dan keburukannya atau kelemahannya, sehingga mereka dapat mencetuskan
suatu pendapat yang lebih baik, yang lebih dapat dipertanggung jawabkan.
Sebab itu untuk memberi evaluasi yang
tepat terhadap autoritas yang dikutip, pengarang harus menyebut nama autoritas,
gelar, kedudukatif, dan sumber khusus tempat kutipan itu dijumpai. Bila mungkin
penulis harus mengutip setepat-tepatnya kata-kata atau kalimat autoritas
tersebut.
Untuk memperlihatkan bahwa penulis
sungguh-sungguh siap dengan persoalan yang tengah diargumentasikan, maka
sebaiknya seluruh argumentasi itu jangan didasarkan hanya pada satu autoritas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar